Sunday, November 19, 2023

Penerapan Aturan Fasum dan Fasos Demi Terwujudnya Livable City

Pernah mendengar istilah livable city? Livable city artinya kota layak huni. Hahlweg (1997) mendefiniskan livable city sebagai kota yang dapat menampung seluruh kegiatan masyarakat kota dan aman bagi seluruh masyarakat.

Di Indonesia, sebuah penelitian terkait kota layak huni dikeluarkan oleh Ikatan Ahli Perencana (IAP) yaitu Most Livable City Index (MLCI). MLCI pertama kali pada tahun 2009 dan dilaksanakan terus setiap tiga tahun sekali. Tujuan dari penelitian ini untuk menunjukkan seberapa nyaman sebuah kota dihuni dan ditinggali oleh masyarakat yang menetap di kota tersebut.





Disebutkan bahwa sebuah kota layak huni dapat dikatakan sebagai kota ideal berdasarkan indikator-indikator berikut:

1. Ketersediaan kebutuhan dasar (perumahan yang layak, air bersih, jaringan listrik, sanitasi, ketercukupan pangan, dan lainnya)

2. Ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi umum, taman, fasilitas kesehatan, dan lainnya)

3. Ketersediaan ruang publik sebagai wadah untuk berinteraksi antar komunitas

4. Keamanan dan keselamatan

5. Kualitas lingkungan

6. Dukungan fungsi ekonomi, sosial, dan budaya kota

7. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan

Fasum dan Fasos Perumahan demi mewujudkan Livable City.

Sering lihat brosur perumahan yang mencantumkan fasilitas umum dan fasilitas soasial yang akan ada di perumahan tersebut nantinya? Nanti di sini akan dibangun tempat ibadah, klinik, taman bermain, lapangan basket, kafe dll.



Selain sebagai daya tarik pembeli, rupanya fasum dan fasos itu merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh pengembang. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan permukiman, dalam pasal 3 disebutkan bahwa developer wajib menyediakan sarana dan prasarana dalam perumahan demi menyokong aktivitas penghuninya.

Peraturan ini, kalau kita perhatikan merupakan bagian dari upaya perwujudan kota layak huni (livable city).

Inget saya dulu pas masih sekolah, pindah ke perumahan baru. Memang bukan di tempat yang terpencil, jalan masuknya aja dilewatin transportasi umum kok, dan di sekitar situ banyak fasilitas umum. Tapiii perumahan itu kan luas masuk ke dalam ya. Kalo kita dapat rumah yang bagian paling belakang misalnya, tetep aja cukup jauh aksesnya ke fasilitas-fasilitas umum itu. Jadi tanggung jawab pengembang untuk menyediakan fasilitas dalam perumahan untuk kenyamanan penghuninya.

Salah satu perusahaan yang sangat berkomitmen dalam penyediaan fasum dan fasos adalah Sinarmas Land yang memiliki konsep livable city di setiap proyek yang dikelolah.

Sinar Mas Land mengembangkan livable city dengan 4 pilar sebagai konsep pembangunannya: Live, Learn, Work, and Play.

Live: Mengacu pada sarana dan prasarana yang mendukung kebutuhan kehidupan masyarakat. Seperti, pendidikan, hunian yang nyaman dan aman, pusat perbelanjaan, hingga akses jalan.

Learn: Mengacu pada sarana dan prasarana pusat pendidikan untuk kebutuhan masyarakat. Seperti, sekolah formal, sekolah vokasional, sekolah dasar hingga atas, serta universitas nasional dan internasional.

Work: Mengacu pada sarana dan prasarana lingkungan pekerjaan untuk masyarakat, seperti, green office, pusat perkantoran, kota industry, serta area komersial.

Play: Mengacu pada kebutuhan hiburan masyarakat, seperti, pusat olah raga, pusat perbelanjaan, hingga kuliner.

Salah satu projek Sinar Mas Land yang terkenal dan fenomenal adalah BSD alias Bumi Serpong Damai.



Kawasan yang dibangun BSD ini, dulunya adalah hamparan hutan karet yang sudah tidak produktif lagi. Jika ingin masuk ke sana hanya tersedia jalan tanah sehingga saat hujan akan becek dan muncul kubangan air. Sebaliknya, saat kemarau maka banyak debu beterbangan di jalan tersebut. Lokasinya juga relatif jauh dari pusat kota. Wah, bayangkan kamu disuruh tinggal di tempat kaya gini, pasti nggak mau.

Tapi lihatlah sekarang, BSD dengan luas lahan 6000 Hektar, terdiri dari perkantoran, universitas, sekolah, pusat perbelanjaan, dan perumahan. Waw, komplit ya!



Akses transportasi juga mudah karena BSD City memiliki moda transportasi publik sendiri yang bisa digunakan gratis. Bus ini diintregasi dengan sejumlah kawasan penting di BSD City. 



Selain itu, BSD juga puya kendaraan listrik otomatis tanpa sopir. Kehadiran bus ini sebagai salah satu green initiaves di BSD Green Office Park untuk mengurangi emisi karbondioksida.

Oh, ya, BSD juga mudah digapai melalui berbagai ruas jalan tol, lho. Salah satunya yaitu Tol Serpong-Balaraja (Serbaraja) seksi 1A sepanjang 5,15 km.

Tol ini menghubungkan ujung jalan tol eksisting (Ulujami-Pondok Aren-Serpong) di sisi klaster The Green BSD City menuju simpang susun CBD BSD City (di sisi AEON Mall) dan terkoneksi langsung dengan kawasan Transit-Oriented Development (TOD) Intermoda BSD City.




Ada juga Tol Jakarta-Merak (Tol Kebon Jeruk) dan Tol Jakarta-Serpong yang terintegrasi dengan Tol Kunciran-Serpong, Tol JORR 2 (Tol Pondok Indah), Tol Bandara Soekarno-Hatta, Tol Jagorawi dan ruas tol lainnya di Pulau Jawa.

Selain itu juga ada berbagai moda transportasi publik seperti lokasi yang dekat dan strategis ke stasiun kereta Commuter Line, feeder bus, serta airport shuttle service ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Saat ini, BSD City juga sedang menyiapkan kawasan rekreasi terbaru yakni Cimory Dairy Land, City Zoo dari Jatim Park yang akan memperkaya fasilitas entertainment di kota mandiri ini.

Salah seorang warga yang saya kutip wawancaranya dari warta ekonomi mengaku, jarang sekali keluar dari BSD City karena segala kebutuhan sudah tersedia di kota tersebut. Oleh karena itu, ia mengaku setuju jika BSD City dijuluki sebagai livable city karena semua aspek memang tersedia di kota ini mulai dari pusat perbelanjaan, pusat perkantoran, hingga pusat rekreasi.

Apabila semua pengembang konsisten akan penyediaan fasum dan fasos yang mumpuni maka insyaAllah akan tercipta livable city di seluruh Indonesia.

Sumber gambar: web dan ig Sinar Mas Land

No comments:

Post a Comment