Saturday, August 13, 2022

Dipaksa Jadi Guru

Bismillah.

Apa cita-citamu? Cita-cita masa kecilku yang pertama kali adalah guru. Kenapa guru? Nggak tau juga sih, kayaknya asal nyebut aja. Blas saya nggak kepikiran suka mengajar misalnya, atau mengagumi guru tertentu dan ingin sepertinya. Nggak sama sekali. Mungkin malaikat mengamini sehingga tanpa sadar perjalanan hidup membawa saya menjadi seorang guru dan mulai suka mengajar, meski bukan guru secara resmi ya. Maksudnya, saya nggak punya ijazah keguruan dan memang nyemplung jadi guru itu juga kayak ngga sadar. Kaya yang ... di suatu titik saya ngerasa, eh saya dulu kan pernah bercita-cita jadi guru dan sekarang saya bisa dibilang seorang guru juga kan?


mengajar di Kelas Inspirasi 3

Yes saya sekarang ngajar. Ngajar ngaji. Awal mulanya, ada seorang ibu yang bilang dia nggak bisa ngaji, dan punya keinginan belajar. Saya lantas kepikiran kenapa saya nggak ngajarin ngaji ibu-ibu ya. Sebelumnya saya punya keinginan ngajar ngaji anak-anak di TPQ, tapi setelah dipikir, kalo TPQ kan sudah ada masjid yang handel, nah yang ibu-ibu ini belum ada. Mungkin mereka bingung juga mau belajar ngaji di mana. Beberapa hari setelah itu saya mengumumkan di pertemuan RT membuka pembelajaran membaca Al-Qur'an untuk ibu-ibu dan remaja putri. Saat itu sudah ada dua ibu yang mendaftar. Tapi sekarang jadi ngajar anak-anak juga karena ada yang minta.

Kalau diruntut mengapa saya memberanikan diri mengajar baca Al-Qur'an ibu-ibu, mungkin berawal dari kejadian dipaksa menjadi guru pada saat SMP.

Saat itu, kami baru pindah ke kompleks perumahan Taman Telkomas yang merupakan perumahan baru juga. Suatu hari Papa bertitah kami disuruh berangkat sholat Maghrib di masjid dan mengajar anak-anak mengaji.

Saat itu jujurly saya malas. Tapi membantah Papa jelas nggak berani. Bener, saya disuruh apapun sama Papa itu ngga berani menolak bahkan sekedar bernegoisasi untuk tidak mau nggak punya nyali.

Akhirnya berangkatlah saya dan kakak nomor dua ke masjid dan mengajar ngaji anak-anak di sana. Tanpa bayaran dan emang nggak kepikiran akan dibayar juga sih. Setelah itu kepengurusan masjid mulai dibentuk. Ada guru ngaji juga dari luar untuk mengajar anak-anak. Tapi saya dan salah seorang teman, May namanya tetep diminta untuk bantu mengajar.

Pas awal bulan, eh nggak taunya dikasih gaji, padahal blas nggak ngarep-ngarep lho!

Baca juga: Bekerjalah Sebelum Tamat Kuliah

Mungkin bermula dari itu ya, saya lantas tergerak untuk terus mengajar bahkan sampai berkeinginan punya rumah singgah buat anak-anak jalanan, dan di sana saya akan mengajar mereka membaca juga mengaji.

Saat kuliah saya melihat ada lowongan relawan salah satu LSM, fokus ke pendampingan anak-anak jalanan. Tanpa pikir panjang langsung daftar. Sayangnya LSM itu pendampingannya lebih banyak ke sosialisasi penggunaan kondom untuk pencegahan AIDS yang saya nggak bisa menerima karena sosialisasi kondom itu means mendukung seks bebas dong. Meski dari pihak mereka menjelaskan bahwa tetap yang utama mengedukasi say no to free seks, tapi kalo belum bisa ya terpaksa kita sosialisasi kondom dulu paling tidak biar aidsnya tidak menyebar.

Selama mendampingi anak jalanan, jujur saya sama sekali tidak pernah sosialisasi kondom. Saya lebih banyak ngobrol random atau membacakan mereka buku cerita islami.

Di LSM itu saya tidak bertahan lama juga sih, hanya beberapa bulan saja, tapi menjadi teman anak jalanan cukup menyenangkan kok. Itu sudah belasan tahun berlalu, mereka yang dulunya masih pada kecil-kecil udah pada nikah kali ya sekarang.

Saat kuliah juga, saya ngajarin ngaji anak-anak sekitar kos. Anak-anak kecil sekitar sana memang sering main ke kos, nah saya tawarkan ke mereka mau belajar ngaji nggak, ternyata mereka mau. Selain anak-anak kecil, ada beberapa teman kos juga yang belajar ngaji sama saya.

Dulu saya pernah berpikir, saya ini kaya nggak punya kelebihan apa-apa, nggak pintar-pintar amat dalam satu bidang, gimana mau bermanfaat bagi orang ya. Sempet merasa rendah diri, aseli.

Baca juga: Krisis Percaya Diri, Bagaimana Mengatasinya?

Lantas saya mikir lagi, kalau kemampuan saya yang biasa-biasa saja itu harusnya bisa jadi bermanfaat bagi orang lain. Ya, kemampuan ngaji itu kan biasa saja ya, banyak yang bisa. Apalagi ngaji saya juga bukan yang expert banget, sebatas bisa membaca, tau tajwid. Tapi ada lho yang nggak bisa ngaji, nah disitulah kebermanfaatan kita bagi mereka.

Bismillah semoga apa yang saya ajarkan menjadi salah satu amalan yang tak pernah putus sampai saya meninggalkan dunia ini nantinya. Bukan hanya buat saya, tapi buat orang tua yang pertama kali mengajarkan saya mengaji dan "memaksa" saya untuk jadi guru juga buat guru-guru ngaji saya yang lain. Aamiin.


No comments:

Post a Comment