Wednesday, May 20, 2020

Mendidik Anak Bijak Menggunakan Energi

Awal bulan kemarin saya terkaget-kaget saat melihat tagihan listrik. Hampir 500 ribu! Padahal biasanya tagihan rutin saya berkisar 300 sekian. Jelas saya shock. Naik 10 ribu aja udah bikin saya uring-uringan, ini 150 ribu!



Saya lantas berpikir, kenapa listrik bisa naik sebanyak ini. Ohiya bulan April kemarin full si Ayah work from home, sementara anak-anak school from home. Komputer si Ayah di kantor dibawa pulang. Hampir setengah hari menyala. Itu salah satunya. Lainnya mungkin datang dari AC. Yang biasanya hanya hidup di siang dan malam hari, saat waktu istirahat tiba, sekarang dari pagi suka dinyalakan anak-anak, karena mereka main di kamar.

Selepas dzuhur, saya dan si Ayah mengumpulkan anak-anak. Kami menyampaikan kalau tagihan listrik naik banyak, jadi kita harus mulai bijak menggunakan listrik. Mematikan lampu atau peralatan elektronik yang tidak terpakai dan pembatasan penggunaan AC kamar.

AC-nya Capek

Begitu yang saya sampaikan pada Sarah, anak saya yang masih berusia 2 tahun. Saya bilang, kalo AC-nya nyala terus, dia bisa capek. Kaya kita, kalo lari-larian terus kan capek.

Dan dia bisa paham lho! Biasanya tiap kali masuk kamar, minta dihidupkan AC karena merasa panas, Begitu saya bilang AC-nya capek biar istirahat dulu, dia bilang iya. Saat kakaknya mau hidupin AC, dia menirukan omongan saya, "AC-nya capek kak!"

Hemat listrik bijak menggunakan AC.
Mendidik anak agar bijak menggunakan energi menurut saya harus dilakukan semenjak dini. Supaya menjadi kebiasaan yang mendarah daging bagi mereka. Penghematan energi menjadi sesuatu yang naluriah bagi mereka. Misal melihat lampu nyala padahal udah terang atau air keran yang masih menetes, dimanapun, langsung inisiatif untuk mematikan. Tentu cara penyampaiannya disesuaikan dengan usia mereka.

Hemat Energi Bukan Sekedar Hemat Biaya, Tapi Juga Menyelamatkan Sumber Daya

Suatu hari di rumah, listrik padam. Thifa, anak saya yang sulung heran. "Mah, kenapa mati lampu, kan ngga hujan?" Karena biasanya saat hujan deras apalagi ada petir listrik mati jadi dia nandain itu.

Saya pikir ini saatnya mengedukasi dia, bahwa hemat energi itu bukan sekedar untuk menghemat biaya listrik, tapi juga untuk menyelamatkan sumber daya yang ada.

Baca juga: Tips Hemat Listrik Ala Mak Irits

"PLN memadamkan listrik bukan hanya karena hujan kak. Bisa saja karena alasan lainnya, misalnya krisis listrik. Jadi pasokan listrik yang dimiliki PLN tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, makanya dilakukan pemadaman. Nah, kakak mama suruh hemat listrik kan. Bukan hanya biar murah bayar tagihan listriknya. Dengan menghemat listrik kita menjaga persediaan listrik supaya ngga cepet habis. Coba bayangin kalo listrik PLN habis, kita ngga bisa nyalain lampu, jadi gelap-gelapan pas malam."

Awalnya sih Thifa menganggap kalo listrik habis ya kan tinggal dibuat lagi, lalu saya jelaskan kalo tidak sesederhana itu. Listrik saat ini sebagian besar masih menggunakan pembangkit tenaga uap yang dihasilkan menggunakan pembakaran batubara. Sementara batu bara sendiri termasuk energi tak terbarukan yang terbentuknya memerlukan waktu jutaan tahun. Jadi tidak sebanding antara kebutuhan yang besar dan mendesak dengan proses pembuatannya yang memakan waktu sangat lama.

Baca juga: 9 Benda Ramah Lingkungan Untuk Mendukung Gaya Hidup Go Green

Batu bara bahan bakar PLTU. Gambar: kabarenergi.com

Saya mencoba menjelaskan itu dengan bahasa sesederhana mungkin yang bisa dipahami anak kelas 3 SD.

Menyimak Talkshow Kantor Berita Radio Tentang Bijak Menggunakan Energi di Tengah Pandemi

Beberapa hari lalu saya menyimak talkshow Kantor Berita Radio (KBR). Temanya menarik, yaitu tentang bagaimana bijak menggunakan energi di tengah pandemi. Wah ini meyentil kegalauan hati saya banget. Karena selama mengikuti imbauan #dirumahaja, penggunaan energi di rumah, terutama listrik meningkat pesat yang ditandai dengan kenaikan tagihan listrik saya sampai 50%.

Dalam talkshow yang dilakukan melalui video confrence ini, menghadirkan pembicara Verena Puspawardani selaku direktur program Coaction Indonesia dan Andrian Pramana penasihat komunitas Earth Hour.

Dijelaskan bahwa memang benar terjadi peningkatan penggunaan energi terutama listrik dan gas dalam rumah tangga selama diberlakukannya WFH dan SFH. Ini disampaikan sendiri oleh kementerian ESDM.

Mbak Verena menyebutkan bahwa selama pandemi ini, sebenarnya ada penurunan yang sangat signifikan dari penggunaan energi di lingkup industri karena imbauan di rumah saja. Penggunaan BBM juga menurun tajam. Bisa dibilang ini salah satu hikmah di balik musibah yang mempunyai dampak lingkungan yang positif seperti udara menjadi lebih bersih, langit menjadi lebih cerah, dan pengeluaran untuk pembiayaan penggunaan energi juga berkurang.

Nah yang perlu diantisipasi, jangan sampai pengurangan penggunaan energi di industri ini hanya sekedar memindahkan ke rumah. Peningkatan kebutuhan energi sesuatu yang lumrah terjadi saat WFH dan SFH ini, namun Mba Verena mengimbau, gunakanlah energi secara bijak. Pakai listrik seperlunya, matikan yang tidak perlu. Begitupun dengan gas. Masak seperlunya aja, jangan berlebihan. Bulan puasa gini seringkali hasrat akan makanan melonjak padahal kapasitas perut ya segitu-gitu aja kan. Akhirnya volume sampah oraganik bertambah karena banyak sisa makanan yang dibuang.

Baca juga: Telobag, Pengganti Kantong Plastik Yang Ramah Lingkungan

Sementara itu, Mas Andrian dari komunitas earth hour memberikan tips bagaimana bijak menggunakan energi. Salah satunya, kita perlu waspadai vampir energi di rumah.

Vampir energi adalah alat-alat elektronik yang masih mengisap energi walau sudah dimatikan atau standby power. Misalnya TV yang sudah dimatikan namun masih dalam posisi standby (colokan belum dicabut), itu memakan watt sebesar 15watt/jam, modem internet 4watt/jam,  dan masih banyak lagi lainnya.



Kelihatannya kecil sih wattnya tapi dikalian sekian jam kalo posisinya standby terus dan berapa banyak barang elektronik yang ada jatuhnya jadi besar juga lho.

Kalo kamu mau mendengarkan talkshownya bisa melalui podcast di link berikut ya https://www.kbrprime.id/podcast

Menghemat Listrik = Mengurangi Dampak Perubahan Iklim

Selain mengurangi pengeluaran dan penggunaan sumber daya yang sudah saya sebutkan di atas, dengan menghemat listrik ternyata kita  turut serta mengurangi dampak perubahan iklim di bumi. Kok bisa? 

Artikel yang saya baca di dw.com menginformasikan bahwa sejak awal industrialisasi, suhu bumi telah meningkat 1 derajat celcius. Salah satu penyebab utamanya adalah karbondioksida yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara, minyak, dan gas. CO2 kemudian terakumulasi di atmosfer bumi, menimbulkan efek rumah kaca yang berujung pada pemanasan global yang merupakan salah satu bentuk dari perubahan iklim.



Dampaknya, terjadi fenomena mencairnya es di kutub, juga cuaca ekstrim yang menyebabkan musim kemarau berkepanjangan, atau hujan lebat dengan intensitas sangat tinggi. (sumber: http://ditjenppi.menlhk.go.id)

Direktur Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa pada CNN Indonesia mengatakan, Indonesia termasuk sebagai salah satu negara ekonomi terbesar dunia yang menyumbang 3,5-4% total emisi dunia.

Climate Action Taker (CAT) organisasi pemantau riset menyatakan, emisi gas rumah kaca Indonesia salah satunya berasal dari sektor energi diantaranya yaitu PLTU yang berbahan bakar batu bara.

Saat ini memang sih sudah ada energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan, dikembangkan untuk pembangkit listrik, seperti pembangkit listrik tenaga air, angin, surya, atau panas bumi, tapi jumlahnya belum begitu banyak. Pada tahun 2019 tercatat, kontribusi listrik dari pembangkit batu bara di Indonesia maish tinggi yaitu sebesar 61% dari total produksi listrik nasional.

Baca juga: Ngobrol Tentang Energi Terbarukan Bersama Coaction Indonesia

Jika tiap orang punya kesadaran menghemat listrik, harapannya bisa mengurangi penggunaan batu bara yang digunakan untuk pembangkit tenaga listrik, sehingga meminimalisir dampak perubahan iklim.

Edukasi tentang perubahan iklim ini pelan-pelan mulai saya sampaikan kepada anak-anak. Supaya kelak mereka menjadi generasi yang mencintai dan menjaga bumi.

Saya sudah berbagi pengalaman soal climate change. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Climate Change" yang diselenggaraakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis". Syaratnya, bisa Anda lihat di sini: https://bit.ly/LombaBlogPerubahanIklimKBRIxIIDN

No comments:

Post a Comment