Siapakah koruptor itu? Bercerminlah, jangan-jangan koruptor itu adalah diri kita sendiri.
Teman saya semasa SMA dulu, pernah minta uang beli buku ke orang tuanya sebesar Rp.15.000,- padahal harga
sebenarnya Rp.12.500,-. Kenapa ngga jujur aja sih, minta uang lebih untuk jajan?
Pernah juga saya cerita di
blog ini. Waktu bayar Pajak Bumi dan Bangunan, yang tertera di slip tagihan hanya tertulis Rp.45.308, tapi petugasnya bilang yang harus dibayar Rp.46.000. Halah Mie, cuma
tujuh ratus rupiah aja. Bukan masalah jumlah. Sekarang sih memang baru dapat
kesempatan sejumlah tujuh ratus rupiah, bukan tidak mungkin besok saat
posisinya udah diatas, jadi tujuh ratus juta kan.
Soal genap menggenapkan tanpa
ijin juga pernah saya alami saat membayar pajak kendaraan dan uang masuk peron
terminal. Makanya sekarang saya antisipasi dengan menyiapkan uang pas, ngga mau
memberi kesempatan orang berbuat dosa.
Kalau menemui hal-hal seperti tadi itu, rasanya gemas pengen melaporkan,
tapi kemana? Apakah akan ditindaklanjuti jika saya melapor? Apakah tidak menimbulkan masalah baru bagi
saya nantinya? Selalu ada kecemasan-kecemasan seperti ini.
Cikal bakal korupsi saya rasakan juga
ketika beli gorengan di pasar. Katanya harga gorengan satu, enam ratus rupiah, tapi beli tiga kok jadi dua ribu? Pas komplain ke penjualnya, dengan tanpa
dosa dia bilang “Iya to, kan
dibulatkan.” Bagaimana coba kalau seandainya, suatu hari nanti dia menjadi
pejabat pemerintahan, dan sikap seperti ini sudah mendarah daging dalam
dirinya.
Korupsi ternyata ada di sekitar
kita kan , tapi apakah yang seperti ini terjamah juga oleh KPK?
Seandainya saya yang jadi ketua
KPK, tentu saja saya akan menjalankan amanah masyarakat dengan melakukan pemberantasan korupsi sampai tuntas tanpa pandang bulu.
Tapi ingat, korupsi bukan hanya yang
menyentuh jumlah milyaran atau triliunan rupiah. Sekecil apapun tetap korupsi
namanya. Karena yang kecil ini jika dibiarkan akan menjadi besar.
Jika saya yang jadi ketua KPK,
saya akan mengajak masyarakat untuk memberantas korupsi bersama-sama.
Bekerjasama dengan sekolah-sekolah dan lembaga keagamaan untuk mendidik kejujuran
pada anak-anak sedari kecil.
Saya akan membuka pos pengaduan masyarakat
khusus korupsi. Sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman ketika melaporkan
tindak korupsi yang mereka saksikan sendiri. Tidak lupa juga mengedukasi mereka
bagaimana membuat alat bukti sederhana, dengan rekaman handphone misalnya.
Menjadi ketua KPK hanya
pengandaian saja, sebenarnya yang saya tulis tadi adalah harapan saya untuk
pimpinan KPK saat ini. Ya saya tidak sungguh-sungguh ingin jadi ketua KPK, tapi
sebagai masyarakat awam, saya sungguh-sungguh ingin membantu KPK dalam hal pemberantasan korupsi. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Dengan bahu-membahu Insya Allah, Indonesia bersih akan lebih mudah tewujud.
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog bertema "Andai Aku Menjadi Ketua KPK"
semoga bisa ya bun
ReplyDeletetoh perubahan itukan dimulai dari hal terkecil hehehe
semangat bunda kita berantas korupsi (kecil-kecilan dulu)
hahaha
yang kecil kalo dibiarin lama2 jadi gede, tambah sulit memberantasnya ntar :D
Deletenegeri yang aneh? koruptor sebenarnya karena latah atau apa ya? ok mba ketua kpk, semua berawal dari hal kecil, semoga anak-anak kita yang masih balita ini bermoral lebih baik dan jauh dari pengaruh budaya kurupsi sekarang..next 20 tahun lagi, semoga indonesia sudah lupa dgn korupsi dah...amin, semoga menang ya mba
ReplyDeleteaamiin, kalo ngga jadi ketua KPK untuk Indonesia paling ngga untuk rumah tangga kita sndiri ya mba
DeleteCk ck ck kalo asalan dibulatkan kan ada pembulatan ke bawah ya mbak?
ReplyDeleteMudah2an menang ya mbak :)
lebih aman gt ya mba, biar ga makan uang haram hehehe
DeleteLho? Kok nggak pengin jadi ketua KPK? Mungkin bagus lo kalau dipimpin seorang yg keibuan. Pada manut gitu heheheheee....
ReplyDeleteNgga ah mak, pengen jd presiden aja :p
Delete